“Jika
kamu ingin membaca jentikan jemariku ini, tolong pahami setiap kata yang
terangkai pada paragraph yang tidak sempurna ini. Jika tidak, cepat segera
buang dan bakar kertas ini di tongsampah!!”
Untuk kamu, hanya kamu,
dan demi kamu seorang
Tanpa
Judul
Aku tidak pernah menyangka semua ini terjadi.
Sesuatu yang tidak mungkin bagiku. Sesuatu yang penuh dengan tanda tanya besar.
Sesuatu yang menyeretku kedalam pusaran arus yang sangat amat mematikan ini. Sesuatu
yang menyiksaku dan membunuhku secara perlahan. Ya, semua ini terjadi padaku.
Berawal dari pertemuan singkat itu, aku selalu saja
membayangkanmu, selalu memimpikanmu, dan selalu memikirkanmu. Dan akhirnya,
perasaan itu pun muncul. Ya, benar sekali. Aku jatuh cinta padamu. Perasaan
yang datang tanpa diundang. Perasaan yang membuatku tersesat dalam lingkaran
yang tidak kuketahui setiap sudutnya. Aku tidak peduli dengan semua yang
dikatakan orang-orang tentangmu. Aku mencintaimu, kita jalani seperti air
mengalir, nikmati setiap detiknya, dengar dan rasakan setiap pijakan langkah
kakinya. Aku mulai menaruh harapan dan
kepercayaan padamu, karena hatiku telah menjadi milikmu. Terlebih disaat kamu
tak ada disisiku, siksaan datang silih berganti, bertubi-tubi. Aku tidak
apa-apa jika kamu tak ada disini, yang aku khawatirkan adalah rasa rindu yang
teramat sangat mendalam kepadamu. Sayang, aku teramat sangat menyayangi dan
mencintaimu lebih dari yang kau tahu.
Kujalani
hariku bersamamu, kamu yang mewarnai hariku, menjadikan hidupku adalah hidupmu.
Dua manusia bersatu untuk menyimpan cinta. Seorang aku dan kamu telah menjadi
kita. Meredam egoisme, menyatukan idealisme. Melupakan perbedaan, mengakhiri
beban. Terkadang hubungan kita selalu diwarnai dengan pertengakaran, suatu hal
yang tak seharusnya kita perbincangkan. Tidak terpisah oleh jarak, tidak
terpisah oleh waktu. Kita dekat, tapi mengapa kita berjauhan. Tawa kecilmu, kecupan berbentuk tulisan, pesan singkatmu, dan
canda kita selalu membuatku tersenyum dalam kesendirian. Kita tidak
pernah berdialog sama sekali, bahkan sampai sejauh ini. Tapi semua berubah
sejak hati kita tak lagi bersama.
Janjimu terlalu banyak, hingga aku
lupa menghitung mana saja yang belum kamu tepati. Begitu sering kamu menyakiti,
tapi kumaafkan lagi berkali-kali. Lihatlah aku yang hanya bisa terdiam dan
membisu. Pandanglah aku yang mencintaimu dengan tulus namun kau hempaskan
dengan begitu bulus. Seberapa tidak pentingkah aku? Apakah aku hanyalah
persimpangan jalan yang selalu kau abaikan juga
kautinggalkan? Katamu
kamu mencintaiku, katamu kamu menyayangiku, katamu aku adalah hidupmu. Tapi
apa? Semua janji palsumu itu hanyalah bualan saja. Permainan basa basi tak
mempunyai arti sama sekali. Aku semakin takut kehilanganmu, disaat kamu
memusnahkanku dari hatimu. Kamu melepasku begitu saja tanpa rasa bersalah.
Tanpa ekspresi tak berdosa. Tanpa janji yang tak kau tepati. Tanpa kau sempat
tanyakan aku sejauh mana aku mencintaimu. Dan tanpa kau sempat menghapus air
mataku dengan jemarimu.
“Dulu” aku sudah sangat berusaha menjaga cinta kita
yang tidak terlihat oleh kasat mata, yang tidak tersentuh oleh tangan nista. Disini
aku termangu, dihantui rasa rindu yang mengganggu, dibunuh sepi dalam renungku,
disiksa kesendirian dalam diamku, diseret rasa hina dalam hatiku, terhanyut
oleh rasa cintamu. Disini aku sendiri, terdiam, (masih) memendam. Memendam rasa
ini sendirian. Disetiap lamunanku. aku hanya ingin kamu tahu, bahwa aku disini
menunggumu, ditemani secangkir rindu, seserpih perasaan yang menggebu, secuil
cinta yang kusimpan untukmu, dan selembar kebahagiaan jika bertemu denganmu.
Perasaan ini terlalu dalam sehingga aku memutuskan untuk memendamnya
dalam-dalam.
Aku masih ingat saat pertama kali kita berdialog.
Kamu yang memulai, percakapan yang tidak pernah kubayangkan dan kuharapkan
sebelumnya. Dialog pertama penuh kenangan ditempat yang jauh dari jangkauan
mata. Tak ingat kah kau disaat kita pertama kalinya berdua? Sepasang mata
berada dalam satu ruangan. Pada hari itu juga untuk pertama kalinya aku
merasakan pelukan hangat, genggaman tangan, dan kecupan mesra dari seorang pria
yang membuatku hilang kesadaran. Tak ingat kan kau disetiap pertemuan singkat,
diriku yang selalu terabaikan olehmu. Kamu berpura-pura tidak tahu atau memang
tidak tahu? Kau anggap aku tak ada yang tepat berada didepan matamu. Semua itu
terjadi “dulu” saat aku dan kamu masih menjadi kita.
Mengapa kita bertemu? Mengapa kita berjumpa? Mengapa
aku dan kamu pernah menjadi kita? Mengapa kau biarkan aku mencintaimu tapi
akhirnya kau meninggalkanku? Mengapa kau berikan harapan padaku tapi kau goreskan
luka dihatiku? Dan mengapa aku harus melupakanmu? Dimana perasaanmu? Dimana
dirimu yang dulu? Bodoh! Tolol! Ah, aku terlalu banyak pertanyaan yang tidak
pernah kau gubris sama sekali. Apakah aku memang tak pantas untukmu? Apakah aku
terlalu tulus hingga kamu takut memperjuangkanku? Aku berusaha memahami
kemisteriusanmu. Empat bulan tanpamu aku terlihat biasa saja – diluar . Tapi
taukah kamu? Didalam hati, diriku sangat terpukul melihat semua kenyataan ini.
Aku masih terjebak di jurang yang sedalam dan securam ini karenamu. Sudah
kubuang dan kubakar semua kenangan yang pernah kita ukir. Sudah! Apakah aku
juga harus membakar bumi ini agar aku bisa melupakanmu dan hidup tenang
tanpamu?
Aku akan menjadi orang yang paling munafik didunia
ini jika berkata bahwa aku sudah melupakanmu. Melupakanmu? Bagaimana bisa aku
melupakanmu begitu saja, semua itu tidak semudah membalikkan telapak tangan.
Kamu yang masih berdiam dipikiranku dan masih sempat menjadi peran utama dalam
bunga tidurku. Aku yang terlalu bodoh untuk menaruh harapan banyak padamu yang
tidak pernah kau perhatikan sama sekali. Apakah aku masih mengharapkanmu? Berharap?
Apakah aku juga masih memperjuangkanmu? Haha.Tidak lucu! Memperjuangkan seseorang
yang tidak pernah menghargai perjuanganku dan menganggap aku ada. Menganggap
aku ada? Siapa aku? Aku bukan siapa-siapamu lagi!!
Disetiap pertemuan singkat yang terjadi. Aku
memandangmu dari kejauhan yang terlihat samar, sorot matamu yang tidak pernah
searah denganku. Aku sangat ingin memalingkan pandangan, tapi aku tidak bisa.
Bola mataku ini (sangat) ingin melihat raut wajah manismu itu. Kupandang dengan
(sangat) teliti. Kutatap dalam-dalam. Ku perhatikan setiap detailnya, takkan
kulewatkan seinci pun. Berhias senyuman yang melukis sebuah lesung pipi di pipi
kirimu itu. Tertata rapi, tak ada goresan, tak ada cacat sedikitpun. Terlihat
indah dan mempesona. Sempurna. (Meski aku bukan siapa-siapamu lagi dan meski
kau tak pernah anggap aku ada).
Apakah sampai sekarang aku (masih) mencintaimu?
Mencintaimu? Salahkah jika aku mencintaimu? Berdosakah jika aku meneteskan air
mata untukmu? Jika iya, mengapa Tuhan masih berikan aku kesempatan untuk bertemu
denganmu dalam bunga tidurku dan dikehidupan nyata? Mengapa kau masih berikan
aku kesempatan untuk melihat tatapan matamu itu? Bukankah
kamu sudah menemukan penggantiku? Kamu sudah menemukan seseorang yang akan kamu
beri janji lagi bukan? Tidak ingat masa-masa “dulu” saat kita masih bersama. Dia
yang hanya kamu jadikan permainan saja kamu pertahankan. Aku disini yang
memperjuangkanmu mati-matian kau sia-siakan.
Kalau boleh jujur, sampai saat ini aku masih dan
selalu menengadahkan tangan seraya berdoa semoga aku bisa melupakanmu secepat
kamu melupakanku. Aku yang bodoh telah
memaafkanmu berkali-kali yang kamu anggap omong kosong semata. Lebih baik aku
tidak pernah merasakan jatuh cinta daripada harus melupakan semua kenangan yang
pernah kita lukis bersama. Satu lagi. Kamu tidak harus menghargai aku, cukup
anggap saja aku ada didekatmu.
Aku mau tanya sesuatu padamu. Benarkah orang yang
sedang berdiam dihatimu benar-benar mencintaimu? Diluar sana memang masih
banyak orang yang lebih cantik, lebih pintar, dan lebih sempurna dari pada aku.
Tapi, adakah seseorang yang mencintaimu dengan tulus meski berkali-kali
tersakiti? Adakah seseorang yang menerimamu apa adanya dan tidak peduli dengan
perkataan orang lain? Adakah seseorang yang masih tetap bertahan untukmu?
Adakah seseorang yang memperjuangkan dan mengorbankan segalanya demi kamu? Apakah
ada seseorang yang teramat sangat mencintaimu? Apakah ada? Jika ada, aku ingin
tahu siapa orang itu! (selain aku).
Dari seseorang yang
kehabisan cara mengungkapkan rasa cintanya
Dari seseorang yang
“dulu” pernah menjadi bagian dari hidupmu
Dari seseorang yang
paling egois dan paling munafik nomor satu didunia ini
Aku.
“Pasti
setelah kamu membaca goresan tintaku ini, kamu akan membuangnya bukan? Iya, aku
tahu. Mungkin sebelum kau buang, kertas ini akan kamu injak-injak terlebih
dahulu, lalu kamu sobek, kamu masukkan tong sampah dan kamu bakar. Abunya pun
hilang tertiup angin tak membekas.”
Minggu, 29 Juni 2014